Belu, Kalam Batu – Kasus Dugaan Pelanggaran Pemilu Kepala daerah di Kabupaten Belu, Perbatasan RI-RDTL yang melibatkan seorang gadis desa, Akulina Dahu telah melampaui ambang batas.
Terhitung, sejak laporan resmi Bawaslu Belu ke Polres Belu tanggal 18 Desember 2020 lalu, sudah 22 hari berlalu. Padahal berdasarkan ketentuan pasal 480 UU Nomor 7 Tahun 2017, dan pasal 24 peraturan bersama ketua BAWASLU, KAPOLRI dan JAKSA AGUNG Nomor 5 Tahun 2020, Nomor 1 Tahun 2020, dan Nomor 14 Tahun 2020 menyatakan bahwa penyidik tindak pidana pemilihan menyampaikan hasil penyidikan disertai berkas perkara kepada penuntut umum paling lama 14 hari sejak diterimanya laporan.
Karena itu, Kuasa Hukum Akulina Dahu, Steven Alves Tes Mau melakukan protes kepada Penyidik Polres Belu.
“Laporan diterima oleh Polres. Belu sejak tanggal 18 Desember 2020. Nah, jika dihitung hari kerja sejak laporan diterima maka, sekarang sudah 22 hari sejak laporan itu bergulir. Artinya, sudah 8 hari kadaluwarsa sejak laporan itu dibuat. Namun, sampai saat ini, tidak ada kejelasan mengenai proses hukum klien kami (Akukian Dahu, red), “ jelas Steven Alves Tes Mau.
Menurutnya, demi sebuah keadilan dan kepastian hukum, maka Kapolres Belu, AKBP Khairul Saleh harus secara kesatria sudah seharusnya mengeluarkan Surat Perintah Penghentian Penyidikan untuk diumumkan kepada masyarakat.
“Kasus ini telah kadaluwarsa, maka demi keadilan dan kepastian hukum bagi klien kami, kami meminta Kapolres Belu untuk secara kesatria mengeluarkan SP3 dan mengumumkan ke Masyarakat Belu bahwa proses hukum terhadap klien kami telah dihentikan,” pinta Pengacara Muda yang akrab disapa Even itu.
Dikatakan lebih lanjut bahwa hal ini menjadi penting untuk memulihkan nama baik Akulina Dahu yang telah tercoreng akibat ditetapkan sebagai tersangka dan ditahan selama 12 hari.
“Hal ini penting untuk memulihkan hak dan martabat klien kami yang telah tercoreng akibat penetapan tersangka dan penahanan selama 12 hari,” tegas Even.
Even menyindir Kapolres Belu soal sikap percaya dirinya saat melakukan konferensi pers terkait penetapan tersangka Akulina Dahu pada tanggal 30 Desember 2020 lalu. Namun, saat kasus ini telah melampaui ambang batas, Kapolres seakan diam seribu bahasa. Kapolres bahkan belum mengeluarkan SP3 terkait kasus dugaan Pelanggaran Pemilu yang melibatkan Akulina Dahu.
“Kapolres Belu jangan hanya gagah-gagahan saja melakukan konferensi pers saat menetapkan Akulina Dahu sebagai tersangka pada tanggal 30 Desember 2020 lalu. Tapi, saat ini pun Kapolres harus kesatria mengumumkan ke Publik bahwa kasus AD telah dihentikan,” tegas Even.
Sebelumnya, diberitakan oleh media ini, dengan judul “Akulina Dahu, Gadis Malang di Bilik TPS”. Dituliskan, Akulina Dahu, seorang gadis desa yang baru saja lulus sarjana di Universitas Tribhuwana Tunggadewi Malang pada Bulan Oktober 2020 lalu ditetapkan sebagai tersangka oleh Polres Belu pada tanggal 29 Desember 2020 karena dugaan pelanggaran Pemilu pada Pilkada Belu 2020.
Dalam konferensi pers akhir tahun 2020 di Aula Lantai I Mapolres Belu, Rabu (30/12/2020), Kapolres Belu, AKBP Khairul Saleh mengungkapkan bahwa Akulina adalah pemilih yang menggunakan KTP luar Belu mencoblos di TPS 02 Desa Nanaenoe. Tersangka CM adalah KPPS 05 yang berperan mengurus daftar hadir di pintu masuk TPS sedangkan tersangka PJ adalah KPPS 04 yang juga ketua KPPS. Ia berperan memberikan surat suara kepada pemilih.
Dikatakan, Lina datang mencoblos menggunakan identitas KTP. KTP yang dimiliki tersangka Lina adalah KTP lama yang bagian kop KTP masih tertulis Provinsi NTT, Kabupaten Belu. Padahal wilayah tempat tinggal Lina berdasarkan KTP tersebut merupakan wilaya Pemerintahan Kabupaten Malaka dengan alamat Fukanfehan, Desa Alas Utara, Kabupaten Malaka.
Sesuai pengakuan tersangka CM seperti termuat dalam laporan polisi, dirinya kurang teliti saat melayani tersangka AD. Ia baru mengetahui tersangka AD menggunakan KTP luar Belu setelah surat suara sudah dicoblos.
Dugaan tindak pidana ini menjadi temuan pengawas dan ditelusuri lebih lanjut oleh tim Sentra Gakkumdu. Hasil penelusuran, Gakkumdu menemukan ada unsur pidana pemilu yang dilakukan AD serta dua orang KPPS sehingga Gakkumdu merekomendasikan kasus itu ke Polres Belu.
Penyidik Polres Belu melakukan penyelidikan hingga tahap penyidikan. Setelah cukup bukti, penyidik menetapkan tiga orang tersangka. “Setelah kita menerima laporan polisi, kami periksa saksi dan terlapor. Kemudian kami gelar perkara yang diikuti Gakumdu. Dari situ kita tetapkan tiga tersangka,” kata Kapolres.
Menurut Kapolres, tersangka AD dijerat dengan pasal 178 huruf c ayat 1, UU 10 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua atas UU 1 tahun 2015 tentang Penetapan Perpu 1 tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Pemilihan Bupati dan Pemilihan Wali Kota menjadi Undang-Undang dengan ancaman penjara paling singkat 36 bulan atau paling lama 72 bulan dan denda paling sedikit Rp 36 juta atau paling banyak Rp 72 juta. (Richi Anyan)
Discussion about this post