Belu, Kalam Batu – Hingga saat ini, Indonesia telah dipimpin oleh 7 Presiden yang diakui dalam sejarah. Mereka adalah Soekarno, Soeharto, BJ Habibie, Abdurrahman Wahid, Megawati Soekarnoputri, Susilo Bambang Yudhoyono dan Joko Widodo.
Akan tetapi, ternyata ada dua presiden yang tidak dicatat bahkan terlupakan. Bila menilik dari Sejarah Bangsa Indonesia, Maka Indonesia telah memiliki 9 orang presiden. Dua presiden yang terlupakan itu adalah Syafruddin Prawiranegara dan Mr. Assaat.
Pada tahun 1948, Belanda melakukan Agresi Militer ke-II ke Indonesia. Tentara Belanda membombardir Yogyakarta dan Bukit Tinggi. Mereka berhasil menangkap Presiden Soekarno dan Wakil Presiden Muhammad Hatta. Keduanya diasingkan ke Pulau Bangka pada tahun 1948.
Hatta yang sebelumnya sudah menduga akan ditangkap oleh Belanda, segera memberi mandat kepada Syafruddin Prawiranegara agar tidak terjadi kekosongan pemerintahan. Tongkat estafet pun kemudian diserahkan Bung Karno kepada Syafruddin lewat mandat, walau tidak pernah diterimanya.
Walau baru mendengar kabar angin, Syafruddin bersama Gubernur Sumatra, TM Hiasan segera Pemerintahan Darurat Republik Indonesia (PDRI) demi menyelamatkan kedaulatan Bangsa Indonesia dalam bahaya. Pemerintahan Darurat Republik Indonesia pun resmi terbentuk pada 19 Desember 1948.
Dengan tongkat kepemimpinan yang baru, usaha Belanda untuk menjajah Indonesia untuk kedua kalinya pun gagal. Pasalnya, Indonesia telah memiliki pemerintahan yang sah dan diakui oleh Dunia Internasional.
Atas usaha Pemerintahan Darurat Republik Indonesia, Belanda dipaksa untuk berunding dengan Indonesia. Delapan bulan berselang, tepatnya pada tanggal 13 Juli 1949, Soekarno-Hatta dan PDRI bersama para menteri dari kedua kabinet melakukan rapat.
Mereka pun berhasil mendesak Belanda untuk membuat sebuah perjanjian yang dikenal dengan Perjanjian Roem-Royem. Dengan perjanjian itu, Soekarno-Hatta bersama teman-temannya pun dibebaskan dan dikembalikan ke Yogyakarta. Tepat pada tanggal 14 Juli 1949, PDRI melakukan serah terima jabatan kepada Soekarno-Hatta di Jakarta.
Selain Syafruddin Prawiranegara, ada juga presiden lain yang dilupakan oleh sejarah Bangsa Indonesia adalah Mr. Assaat. Mr. Assaat memimpin RI hanya selama 9 bulan yaitu dari tanggal 27 Desember 1949 sampai 15 Agustus 1950.
Usai melakukan perjanjian Konferensi Meja Bundar (KMB) pada 27 Desember 1949, Mr. Assaat pun diamanatkan menjadi Acting (Pelaksana Tugas) Presiden Indonesia pada Pemerintahan Republik Indonesia Serikat (RIS) yang beribu kota di Yogyakarta.
Jabatannya sebagai Pelaksana Tugas Presiden selesai pada tanggal 15 Agustus 1950. Demikian juga jabatannya sebagai Ketua KNIP dan Badan Pekerja selesai pada tanggal 15 Agustus 1950. Hal itu dikarenakan, pada Bulan Agustus 1950, semua negara bagian RIS kembali melebur diri ke dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Perlu diketahui, saat menjabat sebagai Acting Presiden RI, Assaat menandatangani Statuta Pendirian Universitas Gadjah Mada di Yogyakarta.
Setelah pindah ke Jakarta, Pria kelahiran Sumatera Barat 18 Desember 1904 itu menjadi Anggota Parlemen (DPR-RI) hingga duduk dalam Kabinet Natsir sebagai Menteri Dalam Negeri pada Bulan September 1950 hingga Maret 1951. Setelah Kabinet Narsis bubar, dia kembali menjadi anggota Parlemen.
Pada tahun 1955, Mr. Assaat menjabat sebagai Formatur Kabinet bersama Soekiman Wirjosandjojo dan Wilopo untik mencalonkan Bung Hatta sebagai Perdana Menteri. Hal itu dilakukan lantaran adanya ketidakpuasan daerah terhadap kebijakan pemerintah pusat.
Walau daerah-daerah mendukung Bung Hatta, tetapi upaya tiga formatur itu menemui jalan buntu. Pasalnya, upaya mereka ditolak oleh Parlemen secara formal. (Richi Anyan)
Discussion about this post